Peristiwa ini bergulir tanpa
mengenal kata berakhir. Karena kedua pihak yang tengah berseteru terus bersyair
dengan lirik paling menyihir. Disatu sisi berteriak demi tanah air sementara
yang lain berjuang atas nama sejarah yang telah terukir. Bukan periode yang
singkat, konflik ini memasuki beberapa decade tanpa ujung dihiasi meriahnya
parade. Perlawanan bukan hal yang asing dslsm perjalanan suatu bangsa. Setiap
bangsa pasti pernah menuliskan tinta merah pada lembaran buram berisi desingan
peluru. Sebagian melewatinya demi warna baru, namun yang lain masih akrab
dengan jeritan dan gemuruh.
Konflik di Selatan Mindanao.
Apa hal pertama yang anda bayangkan
ketika mendengar judul pos kali ini. Hal ini telah aku tanyakan kepada mereka
yang bermata biru. Jawaban yang tak jauh dari kata terorisme. Kata yang terus
mengusik diriku. Apa lagi kejadian diawal tahun di belahan dunia yang mereka
tempati. Terorisme begitu melekat dengan muslim dari pandangan mereka yang
hanya berorientasi dari rajutan kata media.
Mereka tak melihat alam bereaksi akibat ulah tangan manusia. Semua
berperinsip sama, ketika sesuatu yang ada tengah berjalan sesuai titahnya dan
kemudian terusik ulah yang berlawanan arah pasti akan menciptakan benturan. Ada
kalangan yang dapat meredam. Tapi Pola pikir tak bisa anda paksakan dan
samakan. Rambut boleh sama namun neuron otak tak memiliki rupa yang sama
persis. Jadi wajar saja ada segolongan dari kalangan yang terusik terinspirasi
jalan kasar bernama radikalisme.
Sebelumnya tak ada terlintas
dibenakku untuk mengunjungi camp tentara Pembebasan Bangsa Moro dalam
perjalanan pertukaran budaya ini. Hal yang mungkin dihindari sebagian orang
yang sudah tertutup dalam anggapan yang berkonotasi negative. Jangan jangan
anda memiliki pikiran yang sama? Kesempatan ini tak datang dua kali. Sehingga
ketika Hostdadku mengajak kesana langsung aku iyakan. Tak ada yang perlu
dikhawatirkan dan tak ada yang membedakan aku dengan mereka.
Perjalanan yang memakan waktu tiga
jam ini. Terbalas dengan kepuasan akan informasi yang didapat. Memasuki camp
kami diberi sedikit privasi yang berbeda dengan mereka yang juga mengunjungi
camp pada hari itu. Siapa mereka? Oh, aku lupa menjelaskan bahwa pada hari ini
ada peristiwa penting dalam perjalanan politik Muslim Mindanao. Dalam dua hari
kedepan mereka mempersiapkan data pendukung untung mendirikan partai Islam
pertama di Filipina. Tak banyak hal yang kutanyakan pada trip kali ini. Karena
pikiran negative terus menutupi otakku. Bayangkan seorang asing di camp tentara
yang selama ini diberitakan identic dengan pemberontakan. Takut? Ofcourse, tapi
semua tak seperti pikiran yang terlalu liar.
Di dalam Camp Abu Bakar ini ada
ribuan tentara MILF ( Moro Islamic Liberation Figthers) dengan senjata lengkap.
Mulai dari rajanya senapan serbu AK sampai sniper penghalau Aircraft ada
disini. Cukup heran dengan keadaan di dalam Camp mereka hidup layaknya rakyat
biasa. Pasar, lapangan olahraga dan berbagai fasilitas terdapat disana. Tapi tentunya
semua fasilitas disana seadanya saja. Kawasan ini seakan tertinggal jauh dari
daerah lain. Pemerintah seakan tak mau membangun insfrastruktur di provinsi
ini. Alasannya jelas, mereka takut sewaktu waktu perang bergejolak kembali dan
dana yang mereka kucurkan hilang tak berbekas. Banyak hal yang ganjil dengan
pemberitaan di Negara ini. Segala sesuatu berita dari daerah otonomi khusus ini
berbau konflik yang seakan mengotori sudut pandang rakyatnya sendiri.
Ada alasan khusus mengapa
masayarakat di Selatan Mindanao yang notabene muslim ini terus menginginkan
terbentuknya Negara baru. Mereka beralasan sebelum Spanyol dan Amerika datang dan
merampas kebebasan mereka. Di daerah ini telah terdapat kerajaan yang mapan
kala itu yang daerahnya meliputi sebagian kepulauan Indonesia saat ini. sehingga
mereka merasa bukan menjadi bagian dari Filipina itu sendiri. Ditambah dari
gesekan konflik bernada agama semakin memperkeruh dan meninggikan tembok
penghalang. Hal yang mirip tapi tak sama terjadi di ujung Sumatera beberapa
waktu silam. Konflik akibat ideology yang dirasa berbeda serta dianak
tirikannya daerah tersebut dalam hal pembangunan. Konflik bergejolak akibat
dari sebuah aksi yang tak dapat diterima. Saya tak dapat mengatakan ini murni perpecahan
dari agama antara islam dan kristiani ini hanya sebatas teritori dari dampak
pembangunan yang tak terealisasi. Saya berkata demikian karena ada tiga
kekuatan besar di pulau ini. Yang sama sama berjuang demi teritori dan glory. Di
bagian utara, Negara ini bergulat dengan Partai komunis yang juga bersenjata. Sama
sengitnya dengan konflik di selatan. Mereka juga ingin membentuk Negara sendiri
dengan pemerataan hak yang berlandaskan ideology. Hah, tapi itulah lucunya
semua yang berbau Islam lebih menarik dicermati dan dicaci. Right? Bahkan sang
mantan presiden menganjurkan diadakannya open war. Hal terbodoh dari seorang
yang pernah memimpin Negara ini. Namun itulah ironi yang tak akan pernah
berakhir jika tak ada titik temu bernama toleransi.
Saya tak berpihak kepada siapa pun toh konflik akan selalu membawa hasil yang pelik.
Lets bring peace to Mindanao.