Sabtu, 14 Februari 2015

Konflik di Selatan Mindanao.

Assalamualaikum bro and sis. its all about my opinion so enjoy it. maybe you are not aggree with me. But lets respect each other!

Peristiwa ini bergulir tanpa mengenal kata berakhir. Karena kedua pihak yang tengah berseteru terus bersyair dengan lirik paling menyihir. Disatu sisi berteriak demi tanah air sementara yang lain berjuang atas nama sejarah yang telah terukir. Bukan periode yang singkat, konflik ini memasuki beberapa decade tanpa ujung dihiasi meriahnya parade. Perlawanan bukan hal yang asing dslsm perjalanan suatu bangsa. Setiap bangsa pasti pernah menuliskan tinta merah pada lembaran buram berisi desingan peluru. Sebagian melewatinya demi warna baru, namun yang lain masih akrab dengan jeritan dan gemuruh.
Konflik di Selatan Mindanao.
Apa hal pertama yang anda bayangkan ketika mendengar judul pos kali ini. Hal ini telah aku tanyakan kepada mereka yang bermata biru. Jawaban yang tak jauh dari kata terorisme. Kata yang terus mengusik diriku. Apa lagi kejadian diawal tahun di belahan dunia yang mereka tempati. Terorisme begitu melekat dengan muslim dari pandangan mereka yang hanya berorientasi dari rajutan kata media.  Mereka tak melihat alam bereaksi akibat ulah tangan manusia. Semua berperinsip sama, ketika sesuatu yang ada tengah berjalan sesuai titahnya dan kemudian terusik ulah yang berlawanan arah pasti akan menciptakan benturan. Ada kalangan yang dapat meredam. Tapi Pola pikir tak bisa anda paksakan dan samakan. Rambut boleh sama namun neuron otak tak memiliki rupa yang sama persis. Jadi wajar saja ada segolongan dari kalangan yang terusik terinspirasi jalan kasar bernama radikalisme.
Sebelumnya tak ada terlintas dibenakku untuk mengunjungi camp tentara Pembebasan Bangsa Moro dalam perjalanan pertukaran budaya ini. Hal yang mungkin dihindari sebagian orang yang sudah tertutup dalam anggapan yang berkonotasi negative. Jangan jangan anda memiliki pikiran yang sama? Kesempatan ini tak datang dua kali. Sehingga ketika Hostdadku mengajak kesana langsung aku iyakan. Tak ada yang perlu dikhawatirkan dan tak ada yang membedakan aku dengan mereka.
Perjalanan yang memakan waktu tiga jam ini. Terbalas dengan kepuasan akan informasi yang didapat. Memasuki camp kami diberi sedikit privasi yang berbeda dengan mereka yang juga mengunjungi camp pada hari itu. Siapa mereka? Oh, aku lupa menjelaskan bahwa pada hari ini ada peristiwa penting dalam perjalanan politik Muslim Mindanao. Dalam dua hari kedepan mereka mempersiapkan data pendukung untung mendirikan partai Islam pertama di Filipina. Tak banyak hal yang kutanyakan pada trip kali ini. Karena pikiran negative terus menutupi otakku. Bayangkan seorang asing di camp tentara yang selama ini diberitakan identic dengan pemberontakan. Takut? Ofcourse, tapi semua tak seperti pikiran yang terlalu liar.
Di dalam Camp Abu Bakar ini ada ribuan tentara MILF ( Moro Islamic Liberation Figthers) dengan senjata lengkap. Mulai dari rajanya senapan serbu AK sampai sniper penghalau Aircraft ada disini. Cukup heran dengan keadaan di dalam Camp mereka hidup layaknya rakyat biasa. Pasar, lapangan olahraga dan berbagai fasilitas terdapat disana. Tapi tentunya semua fasilitas disana seadanya saja. Kawasan ini seakan tertinggal jauh dari daerah lain. Pemerintah seakan tak mau membangun insfrastruktur di provinsi ini. Alasannya jelas, mereka takut sewaktu waktu perang bergejolak kembali dan dana yang mereka kucurkan hilang tak berbekas. Banyak hal yang ganjil dengan pemberitaan di Negara ini. Segala sesuatu berita dari daerah otonomi khusus ini berbau konflik yang seakan mengotori sudut pandang rakyatnya sendiri.
Ada alasan khusus mengapa masayarakat di Selatan Mindanao yang notabene muslim ini terus menginginkan terbentuknya Negara baru. Mereka beralasan sebelum Spanyol dan Amerika datang dan merampas kebebasan mereka. Di daerah ini telah terdapat kerajaan yang mapan kala itu yang daerahnya meliputi sebagian kepulauan Indonesia saat ini. sehingga mereka merasa bukan menjadi bagian dari Filipina itu sendiri. Ditambah dari gesekan konflik bernada agama semakin memperkeruh dan meninggikan tembok penghalang. Hal yang mirip tapi tak sama terjadi di ujung Sumatera beberapa waktu silam. Konflik akibat ideology yang dirasa berbeda serta dianak tirikannya daerah tersebut dalam hal pembangunan. Konflik bergejolak akibat dari sebuah aksi yang tak dapat diterima. Saya tak dapat mengatakan ini murni perpecahan dari agama antara islam dan kristiani ini hanya sebatas teritori dari dampak pembangunan yang tak terealisasi. Saya berkata demikian karena ada tiga kekuatan besar di pulau ini. Yang sama sama berjuang demi teritori dan glory. Di bagian utara, Negara ini bergulat dengan Partai komunis yang juga bersenjata. Sama sengitnya dengan konflik di selatan. Mereka juga ingin membentuk Negara sendiri dengan pemerataan hak yang berlandaskan ideology. Hah, tapi itulah lucunya semua yang berbau Islam lebih menarik dicermati dan dicaci. Right? Bahkan sang mantan presiden menganjurkan diadakannya open war. Hal terbodoh dari seorang yang pernah memimpin Negara ini. Namun itulah ironi yang tak akan pernah berakhir jika tak ada titik temu bernama toleransi.

Saya tak berpihak kepada siapa pun toh konflik akan selalu membawa hasil yang pelik. 
 Lets bring peace to Mindanao.