Mimpi Itu,
Belajar
di Negara lain merupakan impian banyak orang dari mereka yang tinggal di kota
hingga ke pelosok yang bahkan sinyal telepon belum berani masuk, pasti ada
keinginan untuk melangkah lebih, berharap tangan dapat mengubah nasib. Begitu juga
denganku lahir dari keluarga sederhana di salah satu kecamatan terbesar di
Tapanuli Selatan. Keluargaku mendidikku untuk terus giat dalam mencari ilmu dan
pengalaman. Ayahku guru begitu juga dengan Ibuku, selain itu mereka juga
menggarap sawah di kampung. Dengan itu kebutuhan kami tercukupi. Ayah selalu
berpesan hanya ilmu yang dapat mengubah
segalanya, Nelson Mandela juga berkata begitu. Keinginan untuk menimba ilmu di Negari
orang semakin besar ketika aku bersekolah di SMAN 1 Matauli Pandan. Disaat pembukaan orientasi
siswa baru ada sebuah presentasi dari salah seorang yang begitu saya teladani
kegigihannya yaitu Kak Mahmudin. Ia berbicara tentang sebuah program pertukaran
pelajar kala itu. Dan ia merupakan kandidat pertukaran pelajar ke USA. Semangatku
langsung berkobar, jujur mendengar
presentasinya, entah karena apa bulu kudukku terus berdiri.
Hari berlalu
minggu tiba Kak Mahmudin pun berangkat ke USA. Bulan berlalu hingga tiba bulan
Februari 2013 ada sebuah presentasi AFS ( Bina Antarbudaya ) di sekolah. Dan seleksi
akan dilaksanakan pada bulan selanjutnya. Waktu kembali bergulir. Saat itu
akhir bulan, kantong menipis hingga terlihat bayang kulit. Dompet pun tak bisa
diandalkan lagi, mau meminta uang kiriman tambahan ada rasa bersalah
memberatkan orang tua disana. Ya bingung melanda, hari itu hari terakhir
pembayaran uang pendaftaran. Mereka mengumumkannya di apel pagi, setelah apel
selesai ku berlari ku coba mencari salah seorang teman terbaikku Alfi Rajabi. Akhirnya
ku temukan juga dia di jalan selasar menuju kelas. Agak ragu, akhirnya ku
beranikan diri untuk meminjam uang darinya Rp. 50,000 untuk pendaftaran itu. Setelah
ku dapat uang darinya, aku kembali ke lapangan apel dan menyerahkannya ke kakak
panitia seleksi.
Seleksi tahap
pertama pun berlangsung di akhir maret. Seleksi ini terdiri dari tiga tes
yakni, tes pengetahuan umum, bahasa inggris dan menulis sebuah essay. Hari yang
begitu melelahkan dimulai pukul delapan pagi hingga pukul empat sore. Kami harus
menunggu 2 minggu untuk mengetahui apakah lulus dari tahahapan seleksi pertama.
Alhamdulillah saya lulus bersama puluhan siswa/I Matauli lain. Dan akan
menghadapi seleksi tahap kedua di Medan. Kembali masalahnya di benda yang hanya
memiliki mata tapi dapat mengubah
segalanya, bahkan benda ini dapat mengubah ke-imanan seseorang. Ya uang dalam
bahasa batak angkola kami sebut epeng. Seleksi akan diadakan di Medan. Sekitar 9 jam dari Kampus
Matauli. Ku korbankan uang jajan bulanan ditambah sedikit kiriman tambahan dan
modal meminjam lagi. Masalah itu pun bisa ku atasi, dan berangkat ke Medan
bersama teman teman seperjuangan, para pemimpi.
Hari itu
minggu dan seleksi akan dilaksanakan di sebuah tempat kursus bahasa yang ku
lupa namanya. Seleksi ini merupakan seleksi wawancara dengan dua bahasa,
Indonesia dan English. Waktu seakan berhenti ketika salah seorang teman dari Matauli
keluar dari salah satu ruangan tes. Dari ceritanya ada banyak tekanan di
ruangan itu dalam menjawab pertanyaan dari
para pewawancara( kepribadian ). Dan luar biasanya namaku dipanggil untuk
memasuki ruangan itu, ruangan yang dalam harapan teman temanku tak ingin mereka
masuki. Ku ketuk pintu dan masuk kedalam ruangan, di sebuah meja telah duduk
dua wanita paru baya. Aku di persilahkan duduk dan ditanyai banyak hal, mulai
dari kepribadian, keluarga, Matauli serta keinginan terbesarku. Sepertinya cukup
lama juga saya di ruangan itu. Keluar dari ruangan itu hati ku lega. Dan bersiap untuk mengikuti wawancara
bahasa inggris. Namaku pun kembali di panggil, gugup dan canggung melanda
setelah mengetahui pewawancara adalah warga asing. Ku beranikan juga diri ini,
dia memperkenalkan diri terlebih dahulu. Tapi lucunya dia baru memperkenalkan
diri aku sudah meminta ia mengulangi kalimat yang ia ucapkan karena menurutku
ia berbicara seperti berkumur kumur, entah dimana salahnya di mulut si
pewawancara atau di telinga batakku, hanya Tuhan yang tahu. Seleksi selesai dan
kembali kami harus menunggu pengumuman.
Pengumuman
pun tiba, aku lagi di rumah saat itu kalau tidak salah bertepatan dengan libur
semester. Ku coba membuka webnya seleksi.bina-antarbudaya.or.id/.
Dan aku dinyatakan tidak lulus di web nasional itu. Hancur dan serasa lemas
begitu melihatnya, harapan pupus. Kembali ke Matauli setelah liburan yang tak
bisa ku nikmati. Pada hari pertama sekolah di lapangan apel ada kerumunan
siswa/ I yang membicarakan tentang AFS, mereka juga tidak lulus seleksi,
tepatnya semua siswa/I Matauli tidak ada yang lulus. Pertanyaan besar pun timbul
“Kenapa?”. Ternyata ada kesalahan di web tersebut dan ternyata beberapa hari
kemudian muncul pengumuman di afsmedan.blogspot.com dan Alhamdulillah nomor
pesertaku tercantum disana. Dilanjutkan ke seleksi ke tiga kembali seleksi ini
dilaksanakan di Medan, merupakan seleksi dinamika kelompaok dimana kami dibagi
menjadi beberapa kelompok dan ditugaskan memecahkan suatu masalah dan membuat
alat peraga dari bahan bahan yang disediakan panitia dalam waktu kurang dari 30
menit. Masalah yang diberikan ke pada kelompok kami yaitu “ sulitnya
mendapatkan air bersih di dieng “. Entah dari mana asalnya langsung muncul ide
dibenakku untuk membuat penampungan air yang besar yang airnya dapat digunakan
untuk kehidupan sehari hari. Waktu begitu cepat namun kami dapat
menyelesaikannya juga. Melewati seleksi ini dengan selamat aku bersiap untuk
seleksi selanjutnya. Seleksi selanjutnya
kami diharapkan bersabar dan menunggu
karena tahapan ini merupakan seleksi berkas berkas yang telah kami kirim
sebelumnya.
Kembali dengan
RahmatNya aku lulus dan akan dilanjutkan seleksi tahap internasional dengan
mengisi formulir dan melengkapi dokumen kesehatan di afsglobal.org. Hari pengumuman
tiba malam itu saya di telepon oleh Kak Rumonda Presiden Chapter Medan, dari
percakapan kami ia memberitahukan ada dua kabar yang ia ingin disampaikan. Kabar
baik dan kabar buruk, kabar baiknya aku lulus seleksi internasional dan kabar
buruknya aku tidak mendapat program yang fullschoolarship dan harus membiayai
sendiri. US$7500 untuk Negara Asia, US$9500 untuk Eropa dan Jepang serta
US$12000 untuk Amerika Serikat. Ini merupakan salah satu moment paling berat
bagi saya. Karena selama ini saya berharap mendapat beasiswa penuh. Bagaimana caranya
saya mendapat uang sebanyak itu, Rp.50,000 saja untuk pendaftaran saya harus
meminjam ke teman dan pastinya keluarga saya tidak akan dapat memberikan ku
uang sebanyak itu. Setelah telepon ditutup langsung ku telepon orangtua untuk
memberitahu mereka. Ibu saya menangis malam itu dan ia meminta maaf tidak dapat
memenuhi yang telah ku raih. Ya aku dapat menerima keadaan saat itu. Dan mulai
saat itu juga mencoba melupakan impian besar itu.
Hingga tiba
diakhir Juni 2014 ada kabar yang tidak hanya menggembirakan tapi juga begitu ku
syukuri. Saya di telepon Kak Rumonda dan memberitahukan mereka telah mendapat donator
untuk saya. Alhamdulillah Ya Allah, ku bersujud mensyukuri nikmat luar biasa-Mu
sehingga aku dapat meraih mimpiku. Akhirnya saya di terima di Philippines untuk
menjalankan program pertukaran pelajar yang diselenggarakan oleh AFS (Binabud).
Rasa sukur dan terima kasih yang sebesar
besarnya untuk kedua orangtuaku, Kak
Rumonda yang selalu mensuportku serta para Donatur yang membantuku mewujudkan mimpi membanggakan
orangtua begitu juga kakak kakak volunteer yang selalu membantu serta teman
teman seperjuangan yang tiada henti memberikan dukungan. Aku takkan bisa membalas jasa yang telah kalian
berikan. JASA KALIAN TIDAK AKAN PERNAH KU LUPA.
About me :
@alfagram_id
@alfaruqimam
Imam Alfaruq