Sabtu, 09 Agustus 2014

Mimpi itu, AFS ( Bina Antarbudaya )



Mimpi Itu,
 


          Belajar di Negara lain merupakan impian banyak orang dari mereka yang tinggal di kota hingga ke pelosok yang bahkan sinyal telepon belum berani masuk, pasti ada keinginan untuk melangkah lebih, berharap tangan dapat mengubah nasib. Begitu juga denganku lahir dari keluarga sederhana di salah satu kecamatan terbesar di Tapanuli Selatan. Keluargaku mendidikku untuk terus giat dalam mencari ilmu dan pengalaman. Ayahku guru begitu juga dengan Ibuku, selain itu mereka juga menggarap sawah di kampung. Dengan itu kebutuhan kami tercukupi. Ayah selalu berpesan hanya ilmu yang  dapat mengubah segalanya, Nelson Mandela juga berkata begitu. Keinginan untuk menimba ilmu di Negari orang semakin besar ketika aku bersekolah di SMAN  1 Matauli Pandan. Disaat pembukaan orientasi siswa baru ada sebuah presentasi dari salah seorang yang begitu saya teladani kegigihannya yaitu Kak Mahmudin. Ia berbicara tentang sebuah program pertukaran pelajar kala itu. Dan ia merupakan kandidat pertukaran pelajar ke USA. Semangatku langsung berkobar,  jujur mendengar presentasinya, entah karena apa bulu kudukku terus berdiri.
         Hari berlalu minggu tiba Kak Mahmudin pun berangkat ke USA. Bulan berlalu hingga tiba bulan Februari 2013 ada sebuah presentasi AFS ( Bina Antarbudaya ) di sekolah. Dan seleksi akan dilaksanakan pada bulan selanjutnya. Waktu kembali bergulir. Saat itu akhir bulan, kantong menipis hingga terlihat bayang kulit. Dompet pun tak bisa diandalkan lagi, mau meminta uang kiriman tambahan ada rasa bersalah memberatkan orang tua disana. Ya bingung melanda, hari itu hari terakhir pembayaran uang pendaftaran. Mereka mengumumkannya di apel pagi, setelah apel selesai ku berlari ku coba mencari salah seorang teman terbaikku Alfi Rajabi. Akhirnya ku temukan juga dia di jalan selasar menuju kelas. Agak ragu, akhirnya ku beranikan diri untuk meminjam uang darinya Rp. 50,000 untuk pendaftaran itu. Setelah ku dapat uang darinya, aku kembali ke lapangan apel dan menyerahkannya ke kakak panitia seleksi.
          Seleksi tahap pertama pun berlangsung di akhir maret. Seleksi ini terdiri dari tiga tes yakni, tes pengetahuan umum, bahasa inggris dan menulis sebuah essay. Hari yang begitu melelahkan dimulai pukul delapan pagi hingga pukul empat sore. Kami harus menunggu 2 minggu untuk mengetahui apakah lulus dari tahahapan seleksi pertama. Alhamdulillah saya lulus bersama puluhan siswa/I Matauli lain. Dan akan menghadapi seleksi tahap kedua di Medan. Kembali masalahnya di benda yang hanya  memiliki mata tapi dapat mengubah segalanya, bahkan benda ini dapat mengubah ke-imanan seseorang. Ya uang dalam bahasa batak angkola kami sebut epeng. Seleksi akan  diadakan di Medan. Sekitar 9 jam dari Kampus Matauli. Ku korbankan uang jajan bulanan ditambah sedikit kiriman tambahan dan modal meminjam lagi. Masalah itu pun bisa ku atasi, dan berangkat ke Medan bersama teman teman seperjuangan, para pemimpi.
          Hari itu minggu dan seleksi akan dilaksanakan di sebuah tempat kursus bahasa yang ku lupa namanya. Seleksi ini merupakan seleksi wawancara dengan dua bahasa, Indonesia dan English. Waktu seakan berhenti ketika salah seorang teman dari Matauli keluar dari salah satu ruangan tes. Dari ceritanya ada banyak tekanan di ruangan itu  dalam menjawab pertanyaan dari para pewawancara( kepribadian ). Dan luar biasanya namaku dipanggil untuk memasuki ruangan itu, ruangan yang dalam harapan teman temanku tak ingin mereka masuki. Ku ketuk pintu dan masuk kedalam ruangan, di sebuah meja telah duduk dua wanita paru baya. Aku di persilahkan duduk dan ditanyai banyak hal, mulai dari kepribadian, keluarga, Matauli serta keinginan terbesarku. Sepertinya cukup lama juga saya di ruangan itu. Keluar dari ruangan itu hati ku  lega. Dan bersiap untuk mengikuti wawancara bahasa inggris. Namaku pun kembali di panggil, gugup dan canggung melanda setelah mengetahui pewawancara adalah warga asing. Ku beranikan juga diri ini, dia memperkenalkan diri terlebih dahulu. Tapi lucunya dia baru memperkenalkan diri aku sudah meminta ia mengulangi kalimat yang ia ucapkan karena menurutku ia berbicara seperti berkumur kumur, entah dimana salahnya di mulut si pewawancara atau di telinga batakku, hanya Tuhan yang tahu. Seleksi selesai dan kembali kami harus menunggu pengumuman.
          Pengumuman pun tiba, aku lagi di rumah saat itu kalau tidak salah bertepatan dengan libur semester. Ku coba membuka webnya seleksi.bina-antarbudaya.or.id/. Dan aku dinyatakan tidak lulus di web nasional itu. Hancur dan serasa lemas begitu melihatnya, harapan pupus. Kembali ke Matauli setelah liburan yang tak bisa ku nikmati. Pada hari pertama sekolah di lapangan apel ada kerumunan siswa/ I yang membicarakan tentang AFS, mereka juga tidak lulus seleksi, tepatnya semua siswa/I Matauli tidak ada yang lulus. Pertanyaan besar pun timbul “Kenapa?”. Ternyata ada kesalahan di web tersebut dan ternyata beberapa hari kemudian muncul pengumuman di afsmedan.blogspot.com dan Alhamdulillah nomor pesertaku tercantum disana. Dilanjutkan ke seleksi ke tiga kembali seleksi ini dilaksanakan di Medan, merupakan seleksi dinamika kelompaok dimana kami dibagi menjadi beberapa kelompok dan ditugaskan memecahkan suatu masalah dan membuat alat peraga dari bahan bahan yang disediakan panitia dalam waktu kurang dari 30 menit. Masalah yang diberikan ke pada kelompok kami yaitu “ sulitnya mendapatkan air bersih di dieng “. Entah dari mana asalnya langsung muncul ide dibenakku untuk membuat penampungan air yang besar yang airnya dapat digunakan untuk kehidupan sehari hari. Waktu begitu cepat namun kami dapat menyelesaikannya juga. Melewati seleksi ini dengan selamat aku bersiap untuk seleksi selanjutnya.  Seleksi selanjutnya kami diharapkan  bersabar dan menunggu karena tahapan ini merupakan seleksi berkas berkas yang telah kami kirim sebelumnya.
          Kembali dengan RahmatNya aku lulus dan akan dilanjutkan seleksi tahap internasional dengan mengisi formulir dan melengkapi dokumen kesehatan di afsglobal.org. Hari pengumuman tiba malam itu saya di telepon oleh Kak Rumonda Presiden Chapter Medan, dari percakapan kami ia memberitahukan ada dua kabar yang ia ingin disampaikan. Kabar baik dan kabar buruk, kabar baiknya aku lulus seleksi internasional dan kabar buruknya aku tidak mendapat program yang fullschoolarship dan harus membiayai sendiri. US$7500 untuk Negara Asia, US$9500 untuk Eropa dan Jepang serta US$12000 untuk Amerika Serikat. Ini merupakan salah satu moment paling berat bagi saya. Karena selama ini saya berharap mendapat beasiswa penuh. Bagaimana caranya saya mendapat uang sebanyak itu, Rp.50,000 saja untuk pendaftaran saya harus meminjam ke teman dan pastinya keluarga saya tidak akan dapat memberikan ku uang sebanyak itu. Setelah telepon ditutup langsung ku telepon orangtua untuk memberitahu mereka. Ibu saya menangis malam itu dan ia meminta maaf tidak dapat memenuhi yang telah ku raih. Ya aku dapat menerima keadaan saat itu. Dan mulai saat itu juga mencoba melupakan impian besar itu.
           Hingga tiba diakhir Juni 2014 ada kabar yang tidak hanya menggembirakan tapi juga begitu ku syukuri. Saya di telepon Kak Rumonda dan memberitahukan mereka telah mendapat donator untuk saya. Alhamdulillah Ya Allah, ku bersujud mensyukuri nikmat luar biasa-Mu sehingga aku dapat meraih mimpiku. Akhirnya saya di terima di Philippines untuk menjalankan program pertukaran pelajar yang diselenggarakan oleh AFS (Binabud).  Rasa sukur dan terima kasih yang sebesar besarnya untuk kedua orangtuaku,  Kak Rumonda yang selalu mensuportku serta para Donatur  yang membantuku mewujudkan mimpi membanggakan orangtua begitu juga kakak kakak volunteer yang selalu membantu serta teman teman seperjuangan yang tiada henti memberikan  dukungan. Aku  takkan bisa membalas jasa yang telah kalian berikan. JASA KALIAN TIDAK AKAN PERNAH KU LUPA.




About me :
@alfagram_id
@alfaruqimam
Imam Alfaruq


2 komentar: