PINTUPADANG
“TANAHKU“
Padi menguning dengan sejuknya
lapisan udara, membuat siapa yang memijakkan kaki disana serasa menemui suatu
dimensi lain yang disebut kenyamanan. Daganak ( Child ) berlari dengan riang
menuju kolam lumpur penuh ikan yang bagi pandangan mereka yang menyebut dirinya
manusia modern yang hidup ditengah kepenatan kota akan lebih menghindarinya
namun bagi kami tidak. Itulah kolam terindah kami kawan, ayah dan umak kami
tidak dapat menunjukkan air di kolam besar yang dindingnya dari marmer serta
fasilitas di dalamnya. Kebanyakan mereka hanya petani yang membolak balikkan
tanah demi menggemburkannya yang kelak ditanami tanam tanaman sebagai bekal
nafkah untuk menambal rasa riuh diperut. Tanah ini seakan tetap dengan kebersamaannya.
Tak peduli dengan tiupan angin yang membisikkan acuhnya masyarakat kota
terhadap sesama. Kami terbiasa mengulurkan tangan tak melirihkan materi karena
selama masih ada jiwa persaudaraan seterjal apapun tantangan hidup pasti
teratasi. Kami masih memegang teguh beberapa tradisi seperti Margotti Ari. Margotti Ari sering
dilakukan para petani unuk menggarap sawahnya. Prinsip yang begitu sederhana,
petani akan saling membantu menggarap sebuah sawah, dan besoknya kesawah yang
lain. Hal ini akan sering terjadi ketika musim tanam dan panen karena akan
membutuhkan banyak tangan untuk merampungkannya. Dan disinilah keindahan dunia
itu ku temukan, peani tidak akan mendapat upah untuk pekerjaannya namun ia akan
mendapat tenaga petani lain ketika ia membutuhkan untuk mengurusi sawahnya. Sebuah
solusi bagi kaum marginal di pesatnya aliran jaringan data yang bahkan tak
mereka ketahui. Namun dibalik apapun yang terjadi mereka tetap bekerja bagi
kelanjutan hidup yang tidak semata mata hanya mengkonversi O2 menjadi CO2.
Saya terlahir disana. Ya disana, di
dekat sebuah pegunungan, entah dia masih bagian dari pegunungan Bukit Barisan
atau tidak. Tapi yang pasti, ia memberi perlindungan bagi tanahku. Serta hasil
bumi yang melimpah dan tempat tinggal berbagai satwa liar seperti Oppui (
Harimau Sumatera ). Rumahku tak jauh dari kakinya. Dirumah yang masih terbuat
dari kayu, peninggalan Ompung ( Grandfather ). Aku lahir disana didalam kamar
berdindingkan papan dari Pohon Bania. Aku menangis kencang ketika merasakan
ketidak nyamanan dunia. Saat itu mungkin aku lebih memilih tetap di perut umak.
Seiring waktu kesan pertama itu berubah adaptasi hidup berlangsung sehingga
membuka mata bahwa dunia ini nyaman kawan dan bersyukur terlakhir disini. Ayahku
menitipkan titah besar dinamaku. Ia memberiku nama Imam yang berari pemimpin
yang dibelakangnya diberi amanah yang amat luhur Alfaruq. Alfaruq adalah nama
pemberian Nabi SAW kepada Khalifah Umar yang berarti Yang dapat membedakan yang benar dengan yang baik. Ayah menitipkan
nama itu sebagai pedoman tujuan utama seorang anak manusia dilahirkan ke dunia.
Di aliran sungai yang menjadi tempat bertemunya rembesan rembesan air dari akar
pepohonan, kami melompat bagai katak kecil yang baru keluar dari tempurung dan
menikmati luas dan birunya pelindung bumi serta aliran air dengan ikan
didalamnya. Hari akan terasa bergulir lebih cepat ketika telah asyik menyelami
airnya yang bening. Bebatuan kecil tampak jelas dilihat didasarnya. Kepiting ungu
akan sering ditemui di sela sela batu besar seakan menonton dan memberikan
kesempatan kepada kami untuk menyapanya. Namun ia bagaikan gadis kecil yang
ketika disapa ia akan menghindar, dan ketika kita semakin merayunya ia bisa
bisa akan menangis. Tentang hal ini sedikit berbeda si makhluk ungu ini justru
akan mengacungkan capitnya. Memang kelihatan kecil akan tetapi capit itu
seperti setetes racun yang menetesi kulitmu dengan cepat kulit akan terluka dan
berdarah. Ketika hal itu terjadi, tak usah hawatir alam memiliki solusi dari
setiap apa yang diperbuatnya. Disekitar aliran sungai banyak terdapat Siroppaspara tanaman liar yang menjalar. Dengan daunnya
pendarahan dapat dihentikan dan sebagai antiseptic alami. Alam akan terus member
solusi bagi setiap permasalahan namun akibat semakin banyaknya kerusakan dari
makhluk tercerdas di bumi, system alami titipan Tuhan seakan keletihan dalam memberi
solusi. Because the biggest solution Is in our heart.
Peninggalan Sejarah Di Tanahku
MERIAM SI KUMBANG
MERIAM SI MANIS
MONUMEN BENTENG HURABA
Bukti dari semangat yang telah lama ditanam oleh para pendahulu tanah ini.
“To
be Contine”
Mennn , fto Qu puang nda adong bah ipamasuk ko ?/
BalasHapusOK di pos selanjutnya broh wkwk
BalasHapuskeren mam :D
BalasHapusNice mam
BalasHapusmantap ketua
BalasHapus