Rabu, 09 April 2014

Tanahku


PINTUPADANG “TANAHKU“
Padi menguning dengan sejuknya lapisan udara, membuat siapa yang memijakkan kaki disana serasa menemui suatu dimensi lain yang disebut kenyamanan. Daganak ( Child ) berlari dengan riang menuju kolam lumpur penuh ikan yang bagi pandangan mereka yang menyebut dirinya manusia modern yang hidup ditengah kepenatan kota akan lebih menghindarinya namun bagi kami tidak. Itulah kolam terindah kami kawan, ayah dan umak kami tidak dapat menunjukkan air di kolam besar yang dindingnya dari marmer serta fasilitas di dalamnya. Kebanyakan mereka hanya petani yang membolak balikkan tanah demi menggemburkannya yang kelak ditanami tanam tanaman sebagai bekal nafkah untuk menambal rasa riuh diperut. Tanah ini seakan tetap dengan kebersamaannya. Tak peduli dengan tiupan angin yang membisikkan acuhnya masyarakat kota terhadap sesama. Kami terbiasa mengulurkan tangan tak melirihkan materi karena selama masih ada jiwa persaudaraan seterjal apapun tantangan hidup pasti teratasi. Kami masih memegang teguh beberapa tradisi seperti Margotti Ari. Margotti Ari sering dilakukan para petani unuk menggarap sawahnya. Prinsip yang begitu sederhana, petani akan saling membantu menggarap sebuah sawah, dan besoknya kesawah yang lain. Hal ini akan sering terjadi ketika musim tanam dan panen karena akan membutuhkan banyak tangan untuk merampungkannya. Dan disinilah keindahan dunia itu ku temukan, peani tidak akan mendapat upah untuk pekerjaannya namun ia akan mendapat tenaga petani lain ketika ia membutuhkan untuk mengurusi sawahnya. Sebuah solusi bagi kaum marginal di pesatnya aliran jaringan data yang bahkan tak mereka ketahui. Namun dibalik apapun yang terjadi mereka tetap bekerja bagi kelanjutan hidup yang tidak semata mata hanya mengkonversi O2 menjadi CO2.
Saya terlahir disana. Ya disana, di dekat sebuah pegunungan, entah dia masih bagian dari pegunungan Bukit Barisan atau tidak. Tapi yang pasti, ia memberi perlindungan bagi tanahku. Serta hasil bumi yang melimpah dan tempat tinggal berbagai satwa liar seperti Oppui ( Harimau Sumatera ). Rumahku tak jauh dari kakinya. Dirumah yang masih terbuat dari kayu, peninggalan Ompung ( Grandfather ). Aku lahir disana didalam kamar berdindingkan papan dari Pohon Bania. Aku menangis kencang ketika merasakan ketidak nyamanan dunia. Saat itu mungkin aku lebih memilih tetap di perut umak. Seiring waktu kesan pertama itu berubah adaptasi hidup berlangsung sehingga membuka mata bahwa dunia ini nyaman kawan dan bersyukur terlakhir disini. Ayahku menitipkan titah besar dinamaku. Ia memberiku nama Imam yang berari pemimpin yang dibelakangnya diberi amanah yang amat luhur Alfaruq. Alfaruq adalah nama pemberian Nabi SAW kepada Khalifah Umar yang berarti Yang dapat membedakan yang benar dengan yang baik. Ayah menitipkan nama itu sebagai pedoman tujuan utama seorang anak manusia dilahirkan ke dunia. Di aliran sungai yang menjadi tempat bertemunya rembesan rembesan air dari akar pepohonan, kami melompat bagai katak kecil yang baru keluar dari tempurung dan menikmati luas dan birunya pelindung bumi serta aliran air dengan ikan didalamnya. Hari akan terasa bergulir lebih cepat ketika telah asyik menyelami airnya yang bening. Bebatuan kecil tampak jelas dilihat didasarnya. Kepiting ungu akan sering ditemui di sela sela batu besar seakan menonton dan memberikan kesempatan kepada kami untuk menyapanya. Namun ia bagaikan gadis kecil yang ketika disapa ia akan menghindar, dan ketika kita semakin merayunya ia bisa bisa akan menangis. Tentang hal ini sedikit berbeda si makhluk ungu ini justru akan mengacungkan capitnya. Memang kelihatan kecil akan tetapi capit itu seperti setetes racun yang menetesi kulitmu dengan cepat kulit akan terluka dan berdarah. Ketika hal itu terjadi, tak usah hawatir alam memiliki solusi dari setiap apa yang diperbuatnya. Disekitar aliran sungai banyak terdapat Siroppaspara  tanaman liar yang menjalar. Dengan daunnya pendarahan dapat dihentikan dan sebagai antiseptic alami. Alam akan terus member solusi bagi setiap permasalahan namun akibat semakin banyaknya kerusakan dari makhluk tercerdas di bumi, system alami titipan Tuhan seakan keletihan dalam memberi solusi. Because the biggest solution Is in our heart.










Peninggalan Sejarah Di Tanahku

MERIAM SI KUMBANG
MERIAM SI MANIS

MONUMEN BENTENG HURABA
Bukti dari semangat yang telah lama ditanam oleh para pendahulu tanah ini. 

“To be Contine”

5 komentar: