Melihat dunia dari sudut yang lain.
Mereka menyebutnya pagi, namun bagiku tidak. Karena mentari masih
menunggu bumi dengan setia berputar pada porosnya. Menuggu hingga empat jam
berlalu, kemudian ia akan memberi cahaya yang menyinari cakrawala pertanda
kehidupan masih terus ada dan penghuninya harus terus berjuang. Mulai dari yang
harinya diawali dari berjalan, merintih dan mengais untuk sesuap nasi hingga
mereka yang bangun dengan keadaan nyaman menikmati pagi. Namun itulah yang
harus dihadapi, Tantangan.
Hari yang sangat special bagiku. Sebagai seorang hamba
setiap hari yang masih dipercayakan kepada kita merupakan suatu hal dari
kespesialan Maha Pencipta. Namun hari ini memiliki arti lebih bagiku. Mungkin Wright
bersaudara telah menemukan alat ini berpuluh tahun yang lalu. Tapi baru kali
ini aku bisa melihatnya begitu jelas. Karena selama ini aku hanya bisa
melihatnya begitu tinggi di atas awan. Ku hanya bisa mengintip dari celah celah
daun kelapa yang berdiri di depan rumah waktu itu. Melihatnya begitu jelas
mengingatkanku pada tingkah lucu bersama teman sebaya dikala uang bergambarkan
Pattimura masih begitu besar nilainya bagi kami. Ada sebuah cerita yang tak
tahu datang dari mana asal usulnya. Mungkin pengarangnya sezaman dengan
pengarang cerita Sampuraga yang melegenda. Yang lebih tua dari eranya para
pujangga lama. Cerita menggelitik ini begini, jika kamu melihat pesawat terbang
di udara, berteriaklah! Dan meminta uang padanya maka sang pilot akan
menjatuhkan sebuah kotak berisi penuh uang. Hal ini masih kulakukan hingga aku menyadari hal bodoh ini tidak benar. Setelah
berhasil melewati Ujian sekolah bertaraf nasional yang harus ditempuh untuk
mendapat ijazah berwarna merah itu.
Tak hanya satu ada cerita lain dari pesawat
ini yang kembali terulang dan berputar bersama pandanganku yang entah terfokus
kemana. Dikeluarga sederhanaku, aku merupakan anak pertama dan memiliki seorang
adik perempuan dan seorang laki laki. Ketika adik perempuanku lahir, tak ada
pertanyaan yang terlontar dari mulutku namun entah kenapa pertanyaan ini
kutanyaakan pada ibuku ketika kelahiran adik keduaku. Tepatnya tahun 2003 kami
mendapat hadiah yang sangat special dari Allah. Ada sebuah tradisi di suku
Batak Angkola, ketika seorang bayi lahir maka sang nenek akan membawa ia keluar
rumah dan memasuki rumah kembali pertanda keluarga itu telah kedatangan anggota
baru. Salah seorang nenekku pun menggendong dan melakukan prosesi itu. Disaat itulah
aku bertanya pada ibuku dari mana adik kecil ini datang. Ditahun itu aku masih
tahun pertama di Sekolah Dasar. Dengan cepat ibuku menjawab kalau bayi mungil
ini berasal dari sebuah pesawat. Ku terdiam dan mencoba mencernanya, alih alih
mengerti aku hanya bertambah bingung dan membiarkannya begitu saja. Karena saat
itu kata Biologi pun belum ada dalam
perbendaharaan kataku. Jawaban konyol ini ku percayai layaknya cerita pesawat
yang akan menjatuhkan sekotak uang, hingga akhirnya ada kala jawaban yang
sesungguhnya berhasil ku dapat. Kelas lima Sekolah Dasar, kami belajar bahwa
semua makhluk hidup berasal dari perkembangbiakan induknya. Empat tahun lamanya
jawaban itu ku simpan rapi di dalam otak dan akhirnya terhapus dengan datangnya
jawaban yang lebih mampu diterima akal.
Ku paksa pikiranku tersadar dari segulung cerita lucu yang
menemani waktu bernama masa lalu. Pagi itu aku, ibu, adik lakilakiku serta
tulangku berada di Bandara Kualanamu (Kualanamu International Airport). Karena hari
ini aku akan membelah awan untuk pertama kalinya bersama sahabat seperjuangan
Jordan Sitepu untuk mengikuti Orientasi AFS di Jakarta. Bagi beberapa orang
mungkin momen seperti ini sudah tak menyisakan cerita berarti lagi, namun bagi
anak yang terbiasa bermain di sungai sepertiku, ini momen yang tak akan
kulupakan. Duduk di pesawat yang selama ini hanya sekilas terlintas di kepala. Kuperhatikan
betul setiap sudut yang masih terjangkau mata, Hari itu ku terbang pertama
kalinya bersama sebuah besi yang sampai sekarang belum ku ketahui kenapa benda
seberat ini bisa melaju di udara. Dan destinasi tujuannya adalah Jakarta. Meninggalkan
keluarga, dan akan melangkah lebih jauh setelah selesai orientasi, menjelajah
dan mengintip ke unikan dunia di serpihan tanah yang lain. Menjadi seorang
pelajar dan duta di suatu negeri yang masih serumpun namun berbudaya kontras
dengan Indonesia. Ke kontrasan itu bukan halangan justru itulah alasan kenapa
kami diutus untuk memahaminya, agar tercipta cita cita yang telah hampir
seratus tahun organisasi kami dengungkan. Menciptakan perdamaian di seluruh
dunia dengan pemahaman budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar